Iklan Header

Teori Belajar Piaget dalam Pembelajaran IPA SD

Teori Belajar Piaget dalam Pembelajaran IPA SD - www.gurnulis.id
Bahasan mengenai teori belajar Piaget dalam pembelajaran IPA SD yang terdiri dari tahap sensori motor, praoperasional, operasional konkret, dan operasional formal
Assalamualaikum para Sahabat Pendidik, masih bersama Blog Gurnulis di sini. Sebelumnya penulis telah membahas teori belajar Ausubel pada pembelajaran IPA ya. Kini penulis masih konsisten untuk membahas topik serupa, yaitu teori belajar pada pembelajaran IPA. Penulis hendak membahas teori belajar Piaget. Sebelumnya, kalau sahabat pendidik memerlukan referensi pembelajaran dari para ahli lain, sahabat pendidik dapat mengakses artikel-artikel berikut.

Sosok Piaget

Piaget yang memiliki nama lengkap Jean Piaget terlahir di Swiss pada tahun 1896. Beliau wafat pada tahun 1980.
Teori Belajar Piaget dalam Pembelajaran IPA SD - www.gurnulis.id
Piaget tertarik dengan dunia hewan atau zoologi sejak kecil. Pada usia sebelas tahun ia telah menyusun karya ilmiahnya tentang burung pipit albino. Ketertarikannya terhadap hewan dibuktikannya pada usia 15-18. Ia telah membuat karya tulis tentang hewan berbadan lunak seperti siput. Fokusnya pada perbedaan struktur susunan tubuh hewan yang dihubungkan dengan lingkungan tempat hidup hewan tersebut.

Piaget beralih ke struktur mental setelah ia selesai mengeksplorasi struktur tubuh hewan. Piaget berpendapat bahwa hewan memerlukan dua macam pengetahuan, yaitu pengetahuan tentang benda atau kejadian di sekitarnya dan pengetahuan tentang cara melakukan sesuatu. Teori ini berlanjut diterapkan pada manusia. Menurut anggapan Piaget, mental manusia pun memiliki kedua pengetahuan tersebut. Meski demikian, struktur mental lebih sukar untuk dijabarkan jika dibandingkan dengan struktur tubuh karena struktur mental tidak berhubungan dengan bagian-bagian tubuh.

Piaget bekerja pada suatu badan yang memberikan tes intelegensi pada anak-anak. Ia berpandangan bahwa cara berpikir seorang anak itu berbeda dengan cara berpikir orang dewasa. Menurut Piaget, perbedaan cara berpikir ini terjadi karena kompleksitas pengetahuan yang dimiliki individu, bukan karena kuantitas pengetahuannya. Sebagai contohnya ketika anak kesulitan mencerna materi konsep gerak air, si anak sejatinya sedang merasakan materi gerak air tersebut sebagai hal yang kompleks.

Penelitian Piaget terus berlanjut. Ia meneliti ratusan anak dengan menggunakan metode wawancara yang sifatnya tidak mempengaruhi jalan pikiran anak. Piaget tidak tertarik pada keunikan yang ada dalam diri anak. Ia lebih tertarik pada persamaan-persamaan di antara anak-anak yang berusia sama. Ia berpendapat bahwa pada periode perkembangan yang berbeda, anak-anak mempunyai kemampuan berinteraksi yang berbeda dan akhirnya memiliki pengetahuan yang berbeda pula.
 
Selain memiliki anggapan tersebut, Piaget juga beranggapan bahwa seorang bayi sejak dilahirkan telah memiliki sistem yang secara terus-menerus mencari dan memberi tanggapan terhadap suatu rangsangan. Bayi dengan kemampuannya menanggapi rangsangan secara terus-menerus akan membentuk suatu kebiasaan dan kemampuan. Kebiasaan tersebut selanjutnya akan berkembang menjadi lebih kompleks, lebih terkoordinasi, dan lebih memiliki nilai tujuan. Proses ini dinamakan adaptasi.

Menurut teori belajar Piaget, adaptasi dapat terjadi apabila seseorang telah melalui dua proses penting, yaitu asimilasi dan akomodasi. Asimilasi adalah proses pembentukan tanggapan terhadap hal-hal yang telah diperoleh sedangkan akomodasi adalah proses pemodifikasian atau penyesuaian terhadap suatu tanggapan. Pendapat Piaget mengenai asimilasi dan akomodasi inilah yang selanjutnya menjadi dasar bagi tahapan-tahapan perkembangan anak dalam teori belajarnya.
 

Proses Belajar dalam Teori Piaget

Menurut teori belajar Piaget, perkembangan mental atau kognisi anak terdiri dari empat tahapan yang berurutan. Tahapan tersebut adalah tahap sensori motor, tahap praoperasional, tahap operasional konkret, dan operasional formal. Berikut penjelasannya.

Tahap Sensori Motor dalam Teori Belajar Piaget

Tahap sensori motor terjadi pada usia 0 sampai dengan 2 tahun. Tahap ini ditandai dengan kecerdasan motorik (gerak), benda yang ada adalah benda yang tampak, dan tidak ada bahasa pada tahap awal. Lebih lanjut, tahap sensori motor dalam teori belajar Piaget ini memiliki ciri-ciri sebagai berikut.
  • Adanya penguasaan anak terhadap konsep objek. Adanya benda atau objek tersebut merupakan kekhasan dan akan tetap ada walaupun benda tersebut tidak tampak atau tidak dapat dipegang atau diraba oleh anak.
  • Belum adannya bahasa, yang ada hanya permulaan simbolis. Piaget beranggapan bahwa representasi internal dari benda atau kejadian dihasilkan melalui imitasi. Imitasi atau peniruan internal ini masih berupa simbol dari aspek lingkungannya. Ini dianggap sebagai awal dari bahasa karena pada akhirnya kata-kata akan muncul untuk menggantikan kegiatan-kegiatan yang nyata.
Menurut teori belajar Piaget, ada tiga kemampuan penting yang dicapai anak pada tahap sensori motor ini. Kemampuan tersebut adalah sebagai berikut.
  • Kemampuan mengontrol secara internal, yaitu terbentuknya kontrol dari dalam pikiran anak terhadap dunia nyata. Dengan kata lain, sampai dengan usia dua tahun anak mengalami pergantian persepsi dari motor murni ke arah gambaran yang berupa simbol (lambang).
  • Perkembangan konsep kenyataan. Pada akhir tahap ini anak akan menyadari bahwa dunia ini ada dan tetap ada, sehingga anak akan mengetahui bahwa suatu benda itu ada.
  • Perkembangan pengertian beberapa sebab dan akibat.

Tahap Praoperasional dalam Teori Belajar Piaget

Tahap praoperasional terjadi pada usia 2 sampai dengan 7 tahun. Tahap ini ditandai dengan perkembangan kemampuan anak dalam berpikir secara egosentris, alasan-alasan didominasi oleh persepsi lebih banyak intuisi daripada pemikiran logis, dan anak belum cepat melakukan konservasi. 

Anak mengalami perkembangan bahasa yang pesat pada tahap praoperasional ini. Tahapan ini disebut sebagai praoperasional karena anak belum memiliki kemampuan berpikir yang operasional dan hanya mengandalkan intuisi. Intuisi ini dipengaruhi oleh persepsi dan egosentrisme. Egosentrisme adalah pandangan terhadap sesuatu dari sudut pandang diri anak sendiri. 

Menurut teori belajar Piaget, pada tahap praoperasional ini anak dikelabui oleh beberapa pengamatan mereka. Mereka dapat tertipu oleh penampakan segumpal tanah liat yang pertama kali dibentuk menjadi bola dan diubah menjadi lempengan. Mereka belum mengetahui bahwa meskipun bentuknya berbeda, substansi atau materi dari bola dan lempengan itu tetaplah sama. Cara mengujinya adalah sebagai berikut.
  • Cobakan hal berikut kepada dua anak yang berbeda usia, satu usia awal tahapan dan satu lagi usia pertengahan atau akhir tahapan. Kita akan membandingkan hasilnya.
  • Buatlah dua buah bola dari tanah liat atau plastisin yang besarnya sama.
  • Tanyakan pada anak pertama dan anak kedua pertanyaan-pertanyaan: ‘apakah kedua bola tersebut memiliki jumlah tanah liat atau plastisin yang sama?’; ‘apakah kedua bola ini memiliki materi yang sama?’.
  • Kemudian bentuklah salah satu bola itu menjadi lempengan.
  • Ajukan lagi pertanyaan kepada kedua anak tersebut: ‘apakah keduanya masih memiliki jumlah materi yang sama?'.
  • Tanyakan alasan dari jawaban kedua anak tersebut. Jangan mempengaruhi jawaban anak.
Perhatikan ilustrasi berikut untuk mempermudah penjelasan.
Teori Belajar Piaget dalam Pembelajaran IPA SD - www.gurnulis.id
Konversi bentuk bola-bola tanah liat menurut teori Piaget
 
Lebih lanjut menurut teori belajar Piaget, anak pada tahap praoperasional ini pun masih belum memahami bahwa bejana yang berbentuk pendek dan lebar memiliki mampu  lebih banyak cairan dibanding dengan sebuah botol kecil dan tinggi. Cara mengujinya adalah sebagai berikut.
  • Carilah dua mangkuk bening yang tembus pandang yang berukuran sama.
  • Isilah keduanya dengan air dengan jumlah yang sama.
  • Tanyakan kepada anak: ‘Apakah kedua mangkuk memiliki jumlah air yang sama?’. Lakukan hal ini sampai anak tahu betul bahwa kedua mangkuk memiliki jumlah air yang sama.
  • Carilah bejana bening yang lain yang bentuknya lebih tinggi dari mangkuk. Bejana bisa berupa gelas panjang atau stoples.
  • Tuangkan air dari salah satu mangkuk ke dalam bejana tersebut. Menuang air usahakan jangan sampai tumpah.
  • Tanyakan kepada anak: ‘Apakah kedua bejana tersebut memiliki jumlah air yang sama?’. Jangan lupa untuk menanyakan alasan jawaban anak.
Teori Belajar Piaget dalam Pembelajaran IPA SD - www.gurnulis.id
Konversi volume air dalam teori belajar Piaget
 
Pada tahap praoperasional ini, anak belum mampu berpikir bahwa meski ditebarkan ke daerah yang lebih luas, jumlah benda itu tidak akan bertambah. Lebih lanjut Piaget menerangkan dengan konversi jumlah permainan. Caranya adalah sebagai berikut.
  • Kita masih menggunakan dua anak sebagaimana yang digunakan pada eksperimen 
  • Persiapkan semangkuk biji-bijian yang terdiri dari satu macam. Boleh menggunakan kacang ijo, jagung, kedelai atau yang lainnya.
  • Sediakan dua buah bejana bening yang berbeda bentuknya dan ukurannya, misalnya yang satu pendek dan yang satu tinggi, seperti yang digunakan pada permainan konservasi volume cairan sebelumnya.
  • Satu bejana diberikan kepada anak dan satu lagi untuk kita (selaku pendidik).
  • Ambillah satu per satu biji dari mangkuk secara bergantian antara kita dengan si anak hingga tampak adanya perbedaan jumlah.
  • Tanyakan kepada anak: 'Apakah kedua bejana ini memiliki jumlah biji yang sama?'.
  • Jangan lupa untuk menanyakan alasannya.
Teori Belajar Piaget dalam Pembelajaran IPA SD - www.gurnulis.id
Konversi jumlah dalam teori belajar Piaget

Piaget berpendapat bahwa anak pada usia praoperasional belum mampu membuat urutan berseri. Cara membuktikannya adalah sebagai berikut.
  • Berilah anak enam lidi dengan ukuran yang berbeda
  • Minta anak tersebut untuk mengurutkannya berdasarkan ukuran.
  • Berilah anak dua lidi lagi yang ukurannya berbeda dari lidi sebelumnya.
  • Minta anak tersebut untuk memasukkan kedua lidi tersebut
    ke dalam urutan yang sudah ada.
Teori Belajar Piaget dalam Pembelajaran IPA SD - www.gurnulis.id
Muatan berseri dari lidi dalam teori belajar Piaget

Yang terakhir, menurut Piaget anak pada usia praoperasional terbatas dalam berpikir satu-satu secara berpasangan. Cara membuktikannya adalah sebagai berikut.
  • Ambillah beberapa biji-bijian yang sejenis (misalnya dua puluh biji).
  • Letakkan sebagian biji tersebut secara berderet satu per satu.
  • Pada saat kita meletakkan satu biji mintalah anak untuk meletakkan satu biji di samping biji yang Anda letakkan, sehingga membentuk dua deretan biji yang terdiri dari biji yang jumlahnya sama.
  • Tanyakan kepada anak: ‘Apakah kedua deretan tersebut mempunyai jumlah
    biji yang sama?'.
  • Setelah anak setuju bahwa kedua deretan tersebut memiliki jumlah biji yang sama, letakkan biji-biji pada salah satu deretan lebih renggang dari deretan yang lainnya, sehingga deretan yang satu lebih panjang dari deretan yang lainnya
  • Tanyakan lagi kepada anak: 'Apakah kedua deretan itu masih memiliki jumlah biji yang sama? Mengapa demikian?’
Teori Belajar Piaget dalam Pembelajaran IPA SD - www.gurnulis.id
 
Berdasarkan pembuktian-pembuktian di atas, Piaget mengemukanan bahwa anak pada usia praoperasional memiliki keterbatasan dalam pengertian-pengertian bentuk, ukuran, waktu, dan jumlah. Seiring dengan perkembangannya, anak akan mencapai kemampuan untuk mengubah semua ataupun sebagaian operasi mental tersebut. Pada fase transisi dari praoperasional menuju ke fase selanjutnya ini perubahan terjadi dengant tidak mencolok. Bisa jadi anak yang sudah tahu bahwa jumlah tanah liat atau plastisin yang dipakai untuk membuat bola dan lempengan itu adalah sama, namun mereka masih tetap belum paham mengapa hal tersebut bisa terjadi. Mereka belum memahami apa alasannya. Selain itu, perubahan ataupun transisi dari semua keterbatasan tersebut tidaklah terjadi secara bersamaan pada setiap anak.

Tahap Operasional Konkret dalam Teori Belajar Piaget

Tahap operasional konkret berawal dari anak berusia 6 atau 7 tahun dan berakhir pada usia 11 tahun. Menurut Piaget, keterbatasan-keterbatasn yang dialami oleh anak pada usia praoperasional mulai mengalami perubahan pada tahap ini walaupun belum sepenuhnya berubah. Tahap ini disebut sebagai tahap operasional konkret karena operasi yang mendasari pemikiran anak adalah berdasarkan pada hal-hal yang konkret atau nyata yang dapat dilihat, diraba, atau dirasa, dari suatu benda ataupun kejadian. Piaget menegaskan bahwa pada tahap operasional konkret ini, anak sudah dapat melakukan konservasi.

Pada usia ini, anak telah menyadari bahwa jumlah atau volume dari suatu benda tidaklah berubah apabila tidak terjadi penambahan dan pengurangan. Perubahan hanya dapat terjadi pada bentuk atau  ketentuan atau aturan. Demikian halnya terjadi pada konservasi yang lainnya.

Kemampuan lainnya yang dialami oleh anak pada usia ini adalah kemampuannya untuk menyadari tentang reversibel atau hal yang dapat dibalik dan identitas. Reversibilitas dicirikan bahwa setiap operasi ada satu operasi lain yang sebaliknya. Sebagai contoh, operasi penambahan dapat diputarbalikkan dengan pengoperasian pengurangan: 5 + 3 = 8 atau 8 - 5 = 3. Identitas maksudnya adalah pada setiap operasi pasti terdapat satu operasi lain yang tidak berubah. Sebagai contoh, identitas operasi penambahan adalah 0, sehingga 4 + 0 + 0 + 0 = 4 dan identitas operasi perkalian adalah 1, sehingga 4 x 1 x 1 x 1 = 4.

Ciri lain dari tahap operasional konkret ini adalah anak telah mampu mengelompokkan atau menggolongkan benda atau kejadian berdasarkan order atau urutan serta memecahkan persoalan angka. Pengelompokan suatu benda atau kejadian anak lakukan berdasarkan persamaan dan perbedaan yang dimiliki. Kegiatan penggolongan anak lakukan dengan menggolongkan ciri-ciri kelompok kecil menjadi kelompok yang lebih besar. Contohnya apabila anak dihadapkan pada beberapa macam hewan, mereka sudah dapat mengelompokkan mana yang masuk kelompok ikan, katak, ataupun burung berdasarkan persamaan dan perbedaan ciri-ciri yang dimiliki.
 
Kemampuan untuk  mengurutkan diindikasikan dari kemampuan anak dalam menentukan urutan kecil dan besarnya suatu objek. Contohnya apabila Andien lebih kecil dari Aldebaran, dan Aldebaran lebih kecil dari Amanda, maka Andien lebih kecil dari Amanda. Yang terakhir, kemampuan anak dalam memecahkan persoalan angka pada dasarnya merupakan perpaduan antara kemampuan mengelompokkan dan mengurutkan.

Meski terjadi perkembangan yang cukup pesat pada tahap operasional konkret ini, anak masih memiliki beberapa keterbatasan. Secara mental, anak belum mampu mempertimbangkan kemungkinan-kemungkina yang beragam untuk memecahkan suatu masalah. Upaya yang dilakukan anak pada tahap operasional konkret masih bersifat coba-coba, dan percobaan-percobaan tersebut masih jarang yang yang memiliki keterhubungan antara yang satu dengan yang lainnya. Anak masih belum mampu mempergunakan ketentuan-ketentuan yang logis pada benda atau kejadian yang tidak nyata atau tidak tampak. Kenyataan inilah yang melahirkan keharusan pembelajaran IPA di Sekolah Dasar dilakukan dengan melibatkan peserta didik secara langsung.

Tahap Operasional Formal dalam Teori Belajar Piaget

Tahap operasional formal pada anak dimulai pada usia 11 tahun dan berakhir pada usia 14 atau 15 tahun. Menurut Piaget, tahap operasional formal ini merupakan tahap akhir dari perkembangan struktur berpikir. Anak pada tahap ini sepenuhnya telah mampu melakukan operasi secara logis namun terbatas dalam pengalaman. Anak telah mampu menangani masalah-masalah yang bersifat hipotesis. Cara berpikir anak mungkin telah termasuk suatu set yang formal dari ketentuan-ketentuan yang logis. Secara mental dan sistematik, anak mampu meneliti faktor-faktor yang beragam dan mereka pun tidak lagi tergantung pada manipulasi benda konkret sebagaimana yang terjadi pada tahap sebelumnya.

Contoh perkembangan anak pada tahap operasional formal ini adalah ketika anak dihadapkan pada tiga buah mangkuk bening yang berisi dua cairan netral dan satu senyawa dasar. Anak tersebut diminta untuk memilih mangkuk mana yang berisi senyawa dasar dengan menggunakan indikator yang sesedikit mungkin.
 
Bisa jadi anak tersebut akan berpikir bahwa karena indikator akan mengubah senyawa dasar menjadi merah muda, ia akan mencampur sebagian cairan yang ada pada mangkuk kesatu dengan sebagian cairan dari mangkuk kedua dan diuji dengan menggunakan setetes indikator. Kemungkinan-kemungkinan pemikiran yang akan ia ambil adalah sebagai berikut.
  • Jika campuran kedua cairan tersebut tidak berubah menjadi merah muda, maka ia akan mengetahui bahwa yang merupakan senyawa dasar adalah cairan di mangkuk ketiga.
  • Jika campuran tersebut berubah menjadi berwarna merah muda maka ia akan memberikan setetes indikator pada mangkuk kesatu.
  • Jika mangkuk kesatu ini tidak berubah menjadi berwarna merah muda, maka senyawa dasar ada pada mangkuk kedua.
  • Jika mangkuk pertama berubah menjadi merah muda, maka mangkuk pertamalah yang berisi senyawa dasar.
Dengan demikian ia telah dapat menentukan senyawa dasar hanya dengan menggunakan dua tetes indikator.

Ilutrasi pengujian senyawa dasar di atas menggambarkan kemampuan memanipulasi segala kemungkinan yang dapat menggiring pada suatu kesimpulan dalam diri anak. Anak telah dapat  melakukan uji coba berdasarkan kemampuan intelektualnya secara murni pada tahap operasional formal ini.

Penerapan Teori Belajar Piaget dalam Pembelajaran IPA di Sekolah Dasar

Teori perkembangan anak pada teori belajar Piaget dapat dijadikan rambu-rambu dalam pelaksanaan pembelajaran di Sekolah Dasar. Contohnya saja apabila kita mengajar anak kelas satu SD yang berumur enam tahun tentu kita tidak dapat menempuh penjumlahan tanpa menggunakan alat bantu. Jika sudah demikian, esensi dari teori belajar Piaget ini sangatlah penting.

Piaget yang berpandangan bahwa anak bukanlah sebuah botol  kosong yang siap untuk diisi, melainkan seorang individu yang harus aktif membangun pengetahuan dunianya serta pandangan bahwa seluruh anak mengikuti pola perkembangan yang sama tanpa mempertimbangkan kebudayaan dan kemampuan anak secara umum ini menegaskan kepada kita selaku pendidik mengapa pembelajaran IPA di SD banyak menggunakan percobaan-percobaan nyata dan berhasil pada anak yang lemah dan anak yang secara kebudayaan terhalangi.

Penerapan selanjutnya yang harus kita diperhatikan adalah guru harus selalu memahami bahwa kemampuan anak dalam menangkap dan menerjemahkan sesuatu itu berbeda-beda. Karenanya, walaupun anak memiliki umur yang sama akan selalu ada kemungkinan mereka mempunyai pemahaman yang berbeda terhadap suatu benda atau kejadian yang sama. Setiap individu anak adalah unik atau khas.

Implikasi lain yang juga harus diperhatikan adalah kegiatan fisik saja tidaklah cukup untuk menjamin perkembangan intelektual anak. Ide-ide anak harus selalu dipakai. Piaget mengemukakan contoh ketika beliau menerima seluruh ide seorang anak. Beliau mempersiapkan pilihan-pilihan yang dapat dipertimbangkan oleh anak. Piaget mencontohkan apabila ada seorang peserta didik yang mengatakan bahwa air yang ada di luar gelas berisi es berasal dari lubang-lubang kecil yang ada pada gelas, maka guru harus menjawab pernyataan itu dengan kata ‘bagus’ terlebih dahulu. Setelah itu, barulah guru mengarahkan peserta didik pada apa yang seharusnya: sebenarnya air yang ada di permukaan luar gelas bukan berasal dari lubang-lubang kecil pada gelas, melainkan berasal dari uap air di udara yang mengembun pada permukaan gelas yang dingin. Pada intinya guru secara tidak langsung harus memberikan idenya, namun tidak dengan cara memaksakan kehendak. Dengan demikian peserta didik akan menyadari bagaimana ia mampu memunculkan idenya. Dengan memberikan kesempatan kepada peserta didik untuk menilai sumber dari ide-idenya, peserta didik akan mendapatkan kesempatan untuk menilai proses pemecahan masalah. Ini sering disebut dengan pembelajaran yang berpusat pada peserta didik atau child center.

Contoh Pembelajaran IPA di Sekolah Dasar yang Berdasarkan Teori Belajar Piaget

Berikut penulis berikan contoh pembelajaran IPA di Sekolah Dasar yang menggunakan teori belajar Piaget. Konsep yang akan diajarkan adalah udara yang mempunyai sifat-sifat tertentu dan banyak  kegunaannya bagi kehidupan manusia. Subkonsepnya adalah udara yang bergerak mempunyai tekanan yang  lebih rendah daripada udara diam. Metode yang dipakai adalah eksperimen atau percobaan.

Beberapa alat dan bahan yang harus dipersiapkan adalah dua buah bola pingpong atau bola tenis meja, benang, dan kayu sepanjang 30 cm.

Cara kerjanya adalah sebagai berikut.
  • Minta peserta didik mengikat kedua bola pingpong dengan benang.
  • Minta peserta didik mengikat ujung benang secara berdekatan pada kayu yang telah  disediakan, sehingga tampak seperti gambar berikut.
  • Minta peserta didik memegang salah satu ujung kayu dan meniup kuat-kuat persis di tengah-tengah antara kedua bola pingpong yang tergantung.
  • Minta peserta didik mengamati apa yang terjadi.
Paling penting pada pembelajaran ini adalah guru memperhatikan apa yang dilakukan oleh setiap siswa. Guru harus melakukan apa yang telah Piaget teorikan, yaitu memberikan kesempatan anak untuk menemukan sendiri jawabannya, sedangkan guru harus selalu siap dengan alternatif jawaban jika sewaktu-waktu dibutuhkan. Di akhir pembelajaran, tentunya guru mesti mengulas kembali proses siswa hingga dapat menemukan jawaban yang diinginkan.

Demikianlah ulasan mengenai teori belajar Piaget dalam pembelajaran IPA di Sekolah Dasar, ya sahabat pendidik. Semoga bermanfaat. Mari kita wujudkan pembelajaran yang lebih baik.

Salam litersi guru ndeso.
Munasifatut Thoifah Guru yang selalu ingin berbagi inspirasi.

Belum ada Komentar untuk "Teori Belajar Piaget dalam Pembelajaran IPA SD"

Posting Komentar

Iklan atas artikel

Iklan Tengah Artikel 1

Iklan Tengah Artikel 2

Iklan bawah artikel